Komisi IX Desak Pemerintah Revisi PP Jaminan Hari Tua

13-07-2015 / KOMISI IX

Komisi IX DPR ‎mendesak Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Hanif Dhakiri untuk merevisi tiga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44,45, dan 46 Tahun 2015 terkait Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (PP), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Hari Tua (JHT). Inilah bentuk pengawasan DPR terhadap hak-hak pekerja. 

 

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Ermalena menegaskan, pencairan JHT di atas 10 tahun merupakan salah satu ‎contoh mismanajemen pemerintah. Aturan soal JHT ini tertuang di Pasal 37 ayat 3 Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN, sementara teknisnya ada di PP.

 

"Memang di dalam UU 40 tahun 2004 SJSN tidak ada mekanisme atau skema bagi mereka yang berhenti bekerja. Seperti putus hubungan kerja (PHK) karena hukum/perjanjian kerjanya habis, karena berselisih atau mengundurkan diri. Tapi skema ini kita akan masukan ke dalam perubahan PP ini," lanjutnya.

 

"Jadi harusnya ada ruang buat buruh dalam kondisi tertentu bisa diambil uangnya, misalnya saat kontrak kerjanya habis atau kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga mereka mengharapkan hidup dari JHT," ujarnya saat kunjungan kerja ke Semarang, Jum'at (10/7/2015). 

 

Menurut politisi PPP, ini persoalan serius karena aset Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan senilai Rp 200 triliun bukanlah uang yang sedikit. Pundi-pundi uang yang tersimpan di BPJS tersebut merupakan uang pekerja yang diambil dari potongan upah tiap bulannya.

 

Komisi IX pun mendesak pemerintah merevisi PP tersebut. Pertama, kata Ermalena dengan mencabut PP JHT baru, lalu merevisinya dan memasukkan aturan lama ke dalam revisi ‎yakni JHT bisa diambil dengan masa kepesertaan 5 tahun. 

 

"Itu kan bukan uang pemerintah. ‎Jadi minta PP tentang JHT di revisi. Aturan lama dimasukkan lagi ke peraturan baru. Di mana 5 tahun bisa diambil," paparnya. 

 

Di samping itu, dijelaskan Ermalena, Komisi IX DPR juga berharap pemerintah merevisi jaminan pensiun yang akan diberikan setiap bulan seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini sudah diberlakukan di negara lain. Pemerintah telah menetapkan iuran pensiun 3 persen, yakni 1 persen dari pekerja dan pengusaha 2 persen. 

 

"Makanya pekerja di seluruh Indonesia harus bergerak bersama. Ini hak pekerja. Saya berharap Menaker hadir dalam rapat kerja dengan Komisi IX, sebab sudah dua kali raker, tidak dihadiri pak menteri. Padahal ini penting," tegas Ermalena. Komisi IX akan mengagendakan raker kembali terkait JHT setelah reses ini. (man)/foto:andri/parle/iw.

 
BERITA TERKAIT
Program MBG Jangkau 20 Juta Penerima, Pemerintah Harus Serius Jawab Berbagai Keluhan
18-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025...
Nurhadi Ungkap Banyak Dapur Fiktif di Program MBG, BGN Diminta 'Bersih-Bersih’
14-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menemukan adanya 'dapur fiktif' dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG),...
Kunjungi RSUP, Komisi IX Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan di NTT
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Kupang - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan apresiasi atas pengelolaan RSUP dr. Ben Mboi Kupang...
Komisi IX Tegaskan Pentingnya Penyimpanan Memadai di Dapur MBG
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Gorontalo - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menilai bahwa tidak semua dapur Makan Bergizi Gratis (MBG)...